Pada beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi Danau Toba, bukan perjalanan ikut tour, tapi lebih ke perjalanan ala backpackers dan ini sharing ceritanya..
Dimulai dari perjalanan pagi hari dengan mobil carteran dari Medan ke Pematang Siantar, yang memakan waktu 4 jam lamanya, dengan jarak tempuh sekitar 128km.
Dijemput dari hotel pukul 8 pagi, berhubung naik mobil carteran, jadi saya harus menunggu sampai mobil carterannya penuh, baru mulai berangkat ke Pematang Siantar.
Sepanjang perjalanan yang terlihat di kanan dan kiri adalah perkebunan kelapa sawit.
Sesampainya di Pematang Siantar, sudah menjelang jam 12 siang. Kota Siantar panas terik.., padahal sudah difilter oleh kaca mobil, tapi panasnya masih menyengat…(hmmm.., hitam dech nich, mana lupa pake sunblock lagi...), Sampai di Pematang Siantar saya langsung diantar ke hotel.
Setelah selesai check in dan naruh koper di hotel, saya keluar untuk makan siang, kebetulan ada restoran padang tepat diseberang hotel, jadi mampir untuk isi perut… (hmm.. restoran padang dimana-mana rasanya sama semua ya..)
Waktu sudah menunjukan pukul 1 siang, setelah berunding dengan teman seperjalanan, akhirnya saya putuskan untuk berangkat ke Danau Toba, diperjalanan ini saya tidak membawa apa-apa hanya kamera pocket dan uang secukupnya, jadi lebih praktis tanpa harus bawa tas.
Dengan berbekal informasi dari pemilik warung, saya mencari angkot menuju ke Pangkalan, naik angkot disana sekitar Rp 2.000,- per orang. Sesampainya di pangkalan, saya turun dari angkot dan naik bus L-300 yang berjajar disana menuju ke Parapat, perorang kena Rp10.000,-Busnya tidak langsung jalan, karena menunggu penumpangnya penuh…, Setelah menunggu sekitar 30 menit, akhirnya jalan juga menuju Parapat, busnya lumayan ngebut, jarak yang ditempuh dari Pematang Siantar ke Parapat adalah 48m km, sepanjang perjalanan penuh pohon-pohon yang rindang dan udaranya sejuk khas pegunungan, serta bertaburan hotel-hotel Bintang dan Bungalow.
Tak terasa satu jam sudah berlalu, walau lumayan lama, tapi segala kepenatan hilang ketika melewati tikungan terlihat hamparan danau yang luas…, sepanjang melewati sisi danau tak henti-hentinya kagum.., dari jauh sudah terlihat indahnya dan danaunya luas sekali..
Ketika sampai di tempat penghentian Bus di Parapat, saya mencari angkot yang mengantarkan masuk ke pelabuhan Ajibata (pelabuhan yang menghubungkan antara Parapat dan Pulau Samosir) naik angkot disini Rp2.000,-
Setelah sampai di pelabuhan, saya naik kapal Feri yang menuju ke Tomok, cukup murah, harga naik Feri perorang Rp4.000,- tapi Ferinya ga langsung berangkat, karena masih menunggu penumpang lain, saya mengambil tempat duduk di atas, dekat dak, sehingga saya bisa bebas melihat pemandangan bentangan danau yang luas.
Sambil menunggu Feri berangkat, ternyata banyak pedagang-pedagang pikulan yang menjajakan makanan di kapal feri, harganya pun relatif standart. Setelah menunggu sekitar 20 menit, akhirnya kapal berangkat menuju Tomok.
Danau ini memiliki panjang 100km dan lebar 30km, merupakan danau vulkanik terbesar di Indonesia dan Asia tenggara, ditengah-tengah danau ini terdapat Pulau Samosir, Pulau yang jika dikelilingi dengan menggunakan mobil offroad membutuhkan waktu 3 hari 3 malam, inilah tempat tujuan saya.
Sambil memandang pelabuhan yang mulai jauh mengecil, kapal feri menuju tengah danau, yang terlihat di depan adalah hamparan danau yang luas dan tak berujung…, serta gunung-gunung yang mengelilingi.
Sambil memandang keindahan alam serta udaranya yang sejuk, kebetulan cuaca pada saat itu cukup bersahabat, tak terasa sampailah saya di Tomok.
Sempat bingung juga mau pergi kemana sesampainya di Tomok, karena saya tidak membawa kendaraan, tapi disekitar pelabuhan banyak ojek, jadi setelah berunding, saya menyewa jasa ojek untuk berkeliling dan mengunjungi tempat wisata di sekitar Tomok. Saat itu waktu sudah menunjukan pukul 3 sore. Jasa sewa ojek Rp 30.000,- per orang, saya menyewa 2 ojek motor, satu untuk dikendarai sendiri, satu lagi untuk menunggukan jalan ke tempat-tempat wisata di sekitar Tomok
Disepanjang jalan, tangan ini tidak henti-hentinya mengabadikan pemandangan sekitar, baik dengan handphone, maupun dengan pocket camera
Sepanjang perjalanan sesekali berpapasan dengani turis-turis asing, dan mayoritas penduduk disana adalah beragama Kristen, karena banyak sekali terdapat-gereja-gereja.
Sampailah saya di tempat tujuan pertama, ditempat tersebut Makam Raja Sidabutar dan keluarganya. Terdapat 3 kuburan Raja Sidabutar dan 3 kuburan keturunannya, sejak masih menganut aliran kepercayaan (Parmalim) hingga menganut agama Kristen yang dibawa oleh Nomensen pada tahun 188. Selain itu, ada pula Museum Batak, Batukursi Tomok, Patung Gajah, serta Patung Sigale-Gale.
Menurut cerita Sigale-gale merupakan salah satu atraksi kesenian rakyat tanah Batak, yaitu berupa patung kayu yang dibuat dapat menari mengikuti irama gondang. Menurut sejarah, beberapa abad yang lalu anak satu-satunya dari Raja Rahat jatuh sakit. Tak ada satu obat pun yang dapat mengobati sehingga tidak tertolong. Raja menjadi sangat sedih dan berduka. Agar tidak terlalu bersedih, Raja memerintahkan pemahat untuk membuat patung dari kayu sebagai perwujudan anaknya yang disebut Sigale-Gale. Patung ini diikat ke jalinan tali yang digunakan untuk menggerakkan tubuhnya. Dan Sigale-gale dapat menari mengikuti irama gondang untuk menghibur ayahnya. Hingga saat ini, atraksi tarian Sigale-gale merupakan salah satu hiburan tetap di beberapa lokasi wisata di Samosir.
Saya juga sempat mengunjungi makam raja Tomok, walau belum sampai masuk ke dalam, karena saya lebih tertarik dengan pemandangan diluarnya.. hehehe, apa tuh..??, apa lagi kalo bukan kios-kios souvenir..
Tapi sayang, tidak ada satupun yang saya borong, karena dari awalnya memang tidak berencana untuk membeli.., hahaha, sekali-kali puasa belanja…
Dari makam raja Tomok, perjalanan dilanjutkan menuju perumahan adat penduduk Tomok
Setelah foto-foto sejenak, kemudian lanjut lagi menuju museum Tomok
Mulanya saya pikir museum itu hanya berupa bangunan adat, tapi ternyata bisa dimasuki.., didalamnya banyak terdapat barang-barang yang biasa digunakan pada jalan dulu, dan masih sederhana, serta peninggalan-peninggalan adat lainnya yang biasa digunakan jika ada upacara adat.
Di bagian samping bangunan, ternyata dijual beberapa souvenir ukiran-ukiran khas Tomok dan Danau Toba
Setelah puas melihat-lihat di museum, perjalanan dilanjutkan lagi, kali ini tiba di tepi bukit, dimana terbentang pemandangan perpaduan antara gunung dan danau Toba yang indah.
Setelah puas jeprat-jepret sampai batu baterai pocket camera habis (huff..untung bawa cadangannya), perjalanan dilanjutkan ke destinasi terakhir, yaitu air terjun.
Sebenarnya ada beberapa air terjun di Tomok, tapi yang bisa dijadikan tempat wisata, hanya beberapa, karena lokasi air terjunnya sulit dijangkau dan jalannya pun rusak parah
Berikut adalah salah satu air terjun yang saya datangi, untuk menuju ke air terjun ini saja, harus melewati medan jalan yang berat, tapi semua itu terbayar ketika sampai di tempat tujuan..
Di air terjun ini, saya di wanti-wanti oleh penjaga setempat, agar tidak foto sendirian, minimal jika berfoto adalah lebih dari 1 orang, menurut penjaga setempat, jika berpose sendiri, bisa terjadi sesuatu, karena sudah ada beberapa kejadian serupa, jadinya saya lebih baik menurut saran yang sudah berpengalaman.
Karena hari sudah menjelang sore, sekitar jam 5:00, saya buru-buru kembali ke dermaga, karena selama perjalanan tidak ada lampu penerangan, apalagi harus melewati kembali jalan yang rusak parah sebelumnya, serta tidak ingin sampai tertinggal kapal feri untuk kembali ke Parapat.
Sampai di Pelabuhan sekitar jam 5:30, saya sempat berfoto-foto di tugu Tomok dekat pelabuhan
Disitu terdapat gambar-gambar mengenai suku Batak.
Setelah selesai foto-foto, saya naik feri dan menunggu sekitar jam 7 malam, baru feri berangkat menuju Perapat.
Setelah naik turun angkot, akhirnya saya kembali ke Pematang Siantar, dan waktu saat itu sudah menunjukan pukul 9:30 malam.
Perjalanan yang melelahkan.., sekaligus merupakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan…