Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah cerita mengenai
cinta sejati, sebuah kisah nyata menarik yang sangat memberikan inspirasi dan
saya akan membaginya disini:
"When two people are meant for each
other..,no time is too long.., no distance is too far.., and no can ever tear
them apart.."
Nama saya Phang, saya pertama kali
melihat istri saya pada waktu saya masih 18 tahun. Ayah saya pejuang yang
berpindah-pindah tugas sejak perang Indocina di Kamboja tahun 1950-an, pada
akhir 1970-an kami sekeluarga ditempatkan di Siem Reap di mana saya satu
kampung dengan Yin, istri saya. Saya tidak pernah kenal dengan dia walau satu
kampung, tetapi saya sering melihatnya sore-sore di depan rumah. Dia waktu itu
masih berusia 10 tahun, delapan tahun lebih muda dari saya.
Setelah itu saya tidak pernah
melihatnya lagi karena keluarga saya pindah ke kota lain, dan pindah lagi, dan
pindah lagi. Sebelum pindah dari Siem Reap, tetangga-tetangga sempat memanggil
juru foto dan mengajak keluarga saya foto bersama, foto itu selalu dibawa oleh
ayah saya dan ditaruh di ruang tamu setiap kali kami pindah rumah. Dari foto
itulah saya selalu ingat Yin, wanita cilik bermuka pucat yang teduh matanya.
Dia terlihat kurus di foto itu dengan rambutnya yang dipotong cepak karena
kutuan.
Di usia saya menjelang 30 tahun saya
bekerja sebagai tukang pos. Tugas saya mengantar surat setiap hari di utara
kota Phnom Penh. Saya tergolong pekerja keras tetapi suatu pagi, di saat hujan
deras sekali, saya malas keluar rumah. Ayah saya berkata saat itu :
"Kamu tidak pernah tahu apa isi tumpukan surat itu. Mungkin ada kabar sukacita, mungkin ada duka, mungkin ada juga yang tidak dapat ditunda sehari pun."
Kalimat itu membangunkan saya, akhirnya
saya putuskan jalan dan mengantar semua surat-surat itu di tengah hujan deras
dan gemuruh guntur. Surat terakhir yang saya kirim hari itu masih disertai
hujan, padahal hari sudah sore jam 3-an. Saya basah kuyub tetapi hati saya
lega. Saat keluar dari kantor itu setelah mengirim suratnya, sekelibat saya
melihat di balik jendela ada wajah yang saya kenal. Yin! Dia sudah berubah,
rambutnya panjang sebahu, badannya gemukan, pakai kaca mata tetapi saya masih
mengenalinya. Saya ingin menyapanya tapi saya tidak tahu bagaimana caranya.
Setelah beberapa lama saya memutuskan untuk pulang tanpa bilang halo..
Semalaman saya teringat dia, tetapi saya masih tetap tidak tahu bagaimana cara menyapanya. Saya berpikir terlalu lama sehingga baru seminggu kemudian saya punya cara menyapa Yin. Saya datang ke kantor itu lagi dan saya berpikir untuk minta ijin menemui Yin. Tetapi... saya terlambat! Ternyata Yin tidak lagi bekerja di situ, hari saya melihat dia adalah hari terakhir dia di sana. Yin keluar karena dia harus ikut keluarganya pindah ke Hanoi, Vietnam, karena ayahnya mendapat tugas di sana. Saya sangat kecewa dan menyesal…
***
Beberapa tahun kemudian saya diterima
kerja di sebuah perusahaan logistik, saya mendapat posisi bagus sebagai manager
yang mengurusi pengiriman barang dari satu kota ke kota lain. Saat itu saya
memiliki seorang kekasih dan punya rencana untuk menikah. Kemudian suatu pagi
ketika saya bertugas di Siem Reap, saya tidak sengaja berpapasan dengan Yin di
sebuah gedung pemerintah. Saya kaget dan tertegun melihat dia, dan saya rasa
dia pun demikian. Bodohnya, saya tidak menyapanya! Saya ragu-ragu karena saya
bersama seorang relasi dan dia bersama beberapa orang teman.
Pertemuan singkat itu benar-benar
membuat saya bergejolak! Saya bertanya-tanya apakah dia mengenali saya? Apakah
dia ingat saya? Saya membodoh-bodohkan diri saya, mengapa saya tidak
menyapanya! Tetapi saya juga berusaha menghibur diri, itu tadi bukan Yin, Yin
kan sudah pindah ke Vietnam. Pikiran tentang Yin tidak pernah hilang. Saya
sempat ceritakan ke kekasih saya dan dia berang karena cemburu.
Beberapa bulan setelah kejadian itu
saya mendapat masalah mendadak dan harus pergi ke Siem Reap. Di tengah
kekalutan pekerjaan, saya sedang berjalan di sisi jalan ketika melihat Yin di
jendela sebuah bis jurusan luar kota. Saya melihatnya dan melambai-lambaikan
tangan. Dia pun melambaikan tangan seperti mengenal saya. Saya berusaha
mengejarnya tetapi bis itu terlalu cepat pergi dan saya kehilangan kesempatan
bertemu dia. Kejadian itu sungguh membuat hati saya bergetar, saya merasa saya
jatuh cinta. Benar-benar jatuh cinta.
Gara-gara peristiwa itu saya memutuskan
hubungan dengan kekasih saya, saya merasa tidak bisa menikah dengannya selama
saya masih terus memikirkan Yin. Tidak adil buat dia. Orang tua saya sangat
kecewa dengan sikap saya dan menganggap saya membuang kesempatan terbaik di
dalam hidup saya.
***
"I've fallen in love many
times... always with you - Anonymous"
Sepuluh tahun berlalu, saya tidak
pernah melihat Yin. Setiap hari ingatan saya akan dia membuat hati saya
tertutup untuk orang lain. Usia saya sudah 40 tahun lebih dan semua orang
mengira saya tidak menikah karena saya patah hati ditinggal kekasih saya dulu.
Mereka tidak ada yang tahu kalau di hati saya cuma ada Yin. Sering saya mencoba
mencari Yin, dari buku telepon sampai saya datangi kampung saya dulu untuk
tanya di mana keberadaan keluarga Yin. Ada yang bilang pindah ke Hanoi, ada
yang bilang di Phnom Penh, semua serba simpang siur.
Di ulang tahun saya yang ke 48, saya
melihat iklan baris di surat kabar. Ada seorang Yin mencari surat-surat
yang hilang dan meminta yang menemukannya untuk mengirimkan ke Hanoi dan akan
diberi imbalan. Saya tidak berpikir panjang, ini pasti Yin saya! Saya berangkat
ke Hanoi beberapa hari kemudian dan menemui Yin. Sayangnya dia bukan Yin yang
saya cari. Yin lain, bukan Yin saya. Teman-teman saya sudah menasihati lebih
baik telepon dulu sebelum berangkat tetapi saya tidak tahu bagaimana memulai
pembicaraan di telepon dan saya terlalu yakin kalau itu pasti Yin yang saya
cari. Surat kabar itu sampai sekarang masih saya simpan sebagai
kenang-kenangan.
Tetapi semua itu tidak sia-sia. Dari
ide iklan baris itu, saya memasang iklan di koran Hanoi : iklan saya singkat :
Yin yang dari Siem Reap, hubungi Phang. Saya memasang iklan itu 3 kali tetapi
tidak ada orang yang menghubungi saya. Kali yang keempat, saya memutuskan untuk
mencoba pasang iklan di koran Phnom Penh, tidak lagi di Hanoi. Dalam perjalanan
ke agen iklan saya dikejutkan oleh Yin. Saya ketemu dia di jalan! Dia keluar
dari taxi yang hendak saya tumpangi.
"Yin, ini aku! Kamu tahu siapa aku?" begitu kata-kata saya pertama kali.
Jodoh di tangan Tuhan, ternyata Yin sangat
mengenal saya. Bahkan di pertemuan saat itu, dia mengeluarkan foto dari masa
kecil kami, foto dengan para tetangga di Siem Reap. Dia sudah jatuh cinta
dengan saya sejak dia masih 10 tahun. Katanya dia sering melihat saya tetapi
takut untuk menyapa karena dia masih kecil dan saya terlihat sangat dewasa. Dan
yang lebih menggembirakan lagi, ia belum menikah!
***
Pertemuan itu adalah awal hubungan
percintaan kami. Ternyata Yin selama itu tinggal di Hanoi, meski pernah ia
pernah bertugas beberapa bulan di Siem Reap. Dia bekerja di perusahaan Vietnam
yang punya cabang di Kamboja. Karena itu kami bertemu setiap beberapa bulan
sekali dan merencanakan untuk segera menikah.
Tetapi perjalanan kasih kami tidak
mulus, ayah Yin harus menjalani transplantasi jantung dan harus dibawa ke
Canada. Yin harus pindah ke sana bersama-sama dengan keluarganya dan kami hanya
bisa berhubungan lewat email dan chat. Lima tahun Yin di sana sampai ayahnya
meninggal, kemudian balik ke Hanoi. Hanya sekali saya mengunjunginya di Toronto,
Canada, itupun dengan menghabiskan semua tabungan yang saya kumpulkan
bertahun-tahun. Sebenarnya saya ingin segera menikahinya tetapi keluarga Yin
belum mengijinkan kami karena ayahnya yang sedang sakit. Mereka percaya bahwa
tidak tepat menikah di saat salah satu anggota keluarga dekat sakit keras.
Sepulang Yin dari Toronto, usia saya
sudah 55 tahun. Saya tidak berpikir panjang, saya akan segera menikahinya.
Sekali lagi perjalanan kasih kami tidak mulus, dalam perjalanan ke Hanoi untuk
melamar Yin dengan kedua orang tua saya, ayah saya terkena stroke dan meninggal
di perjalanan. Kami sangat terpukul dengan kejadian itu, dan lebih-lebih
beberapa bulan kemudian ibu saya menyusul ayah. Ayah saya meninggal di bulan
Desember, ibu menyusul beberapa bulan kemudian di bulan Maret. Praktis tahun
itu kami tidak bisa menikah karena kepercayaan yang tidak menyarankan
pernikahan di tahun yang sama dengan kematian orang tua.
***
Usia saya 57 tahun ketika saya menikahi
Yin. Dia masih muda, belum 50 tahun, terpaut 8 tahun dibanding saya. Sejak hari
itu, kami seperti pangeran dan putri karangan HC Andersen, live happily ever
after. Saya sangat mencintainya, setiap hari seperti pacaran tanpa ada
habisnya, inilah true love, cinta sejati kami. Puluhan tahun kami jatuh cinta tapi
tidak bisa sama-sama. Kami selalu terkenang dengan semua kisah hidup kami
Sering kami masih komunikasi menggunakan email dan chat, karena Yin sedang di
kamar mandi dan Phang di meja makan.
***
~One of the happiest things in life is
when you know that you’re in love with someone who’s even more in love with
you.
~If I know what love is.., It is
because of you..- Herman Hesse
~Time decides who you meet in your
life. Your heart decides who you want in your life.
======================================================
Source: