Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi kota
Padang, karena waktunya sangat singkat maka saya hanya sempat mengunjungi
beberapa tempat saja.
Tanda jalur evakuasi ini dipasang untuk mengantisipasi jika terjadi Tsunami mengingat kota Padang terletak dekat dengan lempengan gempa, arah dari petunjuk tersebut menujuk dataran yang lebih tinggi.
Jembatan ini dibangun untuk mengenang Siti Nurbaya dan menjadi salah satu kawasan wisata, di kanan kiri disepanjang jembatan dihiasi lampu-lampu tinggi, menurut Pak Iyan, kalo malam kawasan ini ramai dan tempat nongkrong muda mudi.
Toko Kripik Balado Christine Hakim
Jl. Nipah no 38
Padang
Telp : +62 751 33318
http://www.tokochristinehakim.com
Perjalanan kali ini saya hanya pergi sendirian, kebetulan saya
baru pertama kali ke kota Padang.
Sampai di Airport Minangkabau, saya langsung
menuju hotel, dengan mencari taxi yang ada di airport, untuk harga sudah ada
tarifnya tergantung jaraknya, tapi dari harga tersebut masih bisa dinego. jika
ingin lebih murah, bisa juga naik taxi secara borongan, yaitu sharing dengan
orang lain, jadi taxi baru berangkat jika penumpang sudah penuh. Perlu
diketahui Taxi di kota Padang banyak berupa kendaraan pribadi, bukan kendaraan
taxi pada umumnya.
Setelah perjalanan kurang lebih sekitar 45 menit, saya
sampai di hotel, kebetulan diseberang hotel saya ada rumah makan padang, jadi
saya mampir ke sana untuk memesan teh talua (teh telur), minuman ini ada hampir
di setiap rumah makan di kota Padang.
Minuman ini dibuat dengan mengunakan campuran kuning telur
yang dikocok, diberi susu kental manis, teh yang pekat dan jeruk nipis, tapi
rasa telurnya tersamarkan dengan rasa susu, jeruk nipis dan teh, biasanya
disuguhkan saat masih hangat, rasanya sangat nikmat.
Pantai Padang
Saat sore hari, saja jalan-jalan menuju pantai Padang yang
lokasinya sekitar 200m dari hotel tempat saya menginap, dengan berjalan kaki
menyelusuri jalan, saya melihat ternyata banyak tanda jalur evakuasi yang
dipasang di beberapa tempat strategis di persimpangan jalan.
Tanda jalur evakuasi ini dipasang untuk mengantisipasi jika terjadi Tsunami mengingat kota Padang terletak dekat dengan lempengan gempa, arah dari petunjuk tersebut menujuk dataran yang lebih tinggi.
Sampai di pantai Padang, saya melihat ada orang yang
berenang dan ada juga orang yang main selancar, ombak di pantai padang ini
cukup besar dan pantainya agak curam. Sunset di pantai ini sangat cantik.
Hari sudah senja dan di pantai juga semakin sepi, setelah saya puas berjalan-jalan dan foto-foto, saya kembali ke hotel.
Pantai Air Manis
dan Legenda Batu Malin Kundang
Keesokan harinya, saya bersiap-siap untuk pergi ke Pantai
Air Manis atau oleh penduduk setempat disebut pantai air manih, setelah
bertanya-tanya dengan resepsionis hotel, saya diberi tahu untuk menuju ke sana
bisa menggunakan kendaraan taxi yang harganya jika berangkat ke sana harganya
Rp 70.000,- sekali jalan, namun untuk arah baliknya sukar ditemukan kendaraan
umum, kecuali jika minta taxi tersebut menunggu, jadi bisa diantar pulang.
Perjalanan ke pantai tersebut bisa juga menggunakan angkot lalu dilanjutkan
menggunakan ojek motor. Akhirnya saya memutuskan menggunakan Angkot.
Saya mencari angkot dengan rute ke Teluk Bayur, dan turun di
persimpangan yang mau ke arah pantai air manis, saya membayar Rp 2.000,- untuk
perjalanan tersebut. Lalu saya menyeberang jalan untuk mencari ojek, ternyata
di persimpangan tersebut memang ada pangkalan ojek, jadi saya hanya tinggal
menyebutkan untuk diantar ke pantai air manis. Tarif naik ojek menuju pantai
air manis sekitar Rp 10.000-15.000,- sekali jalan, Saya pun diantar menuju
pantai air manis yang ternyata pantainya terletak di balik bukit dengan
melewati jalan yang masih alami. Sebelumnya saya bilang ke tukang ojeknya untuk
menunggu selama saya dipantai, supaya saya bisa diantar balik ke persimpangan
tempat saya naik, mengingat disana agak sulit untuk mencari transportasi untuk
pulang.
Sampai di Pantai Air Manis, saya langsung mencari tempat dimana
legenda Malin Kundang si anak durhaka yang dikutuk menjadi batu. Ternyata batu
tersebut memang ada, posisinya sedang bersujud, walau bagian-bagiannya sebagian
sudah terkikis oleh air laut, namun bentuk wujudnya masih jelas terlihat.
Di sisi lain dari tempat batu Malin Kundang tersebut
terdapat serpihan kapalnya yang semuanya telah menjadi batu, termasuk beberapa
drum dan tambang kapal, serta kain yang semuanya menjadi batu.
Pantai Air Manis pasirnya berwarna cokelat keputihan yang
terhampar luas dan landai dengan ombaknya kecil yang lembut.
Dari pantai
tersebut juga bisa terlihat pulau yaitu pulau Pisang, menurut info dari para penduduk disekitar situ, dipulau itu banyak terdapat tanaman pala, sedangkan untuk pulau panjang disampingnya, sering digunakan anak-anak muda untuk kemping.
Bukit Gunung
Padang / Taman Siti Nurbaya
Puas melihat-lihat, saya kembali ke tempat parkir ojek dan
minta diantar pulang, selama perjalanan saya ngobrol-ngobrol dengan Mas tukang
ojek yang ternyata namanya Pak Iyan, dari Pak Iyan, saya ditawarkan apakah mau
ke Bukit Padang atau taman Siti Nurbaya yang letaknya ternyata di bukit yang
lain, dan saya tertarik untuk kesana, akhirnya perjalanan harus memotong jalan
dengan menjelajahi jalan kecil, karena rute ke bukit Padang berbeda dengan arah
pulang ke persimpangan.
Jalan kecil yang saya tempuh rutenya agak curam dan
berkelok-kelok, setelah turun dari bukit tersebut, terlihat gerbang Taman Gunung Padang
atau disebut juga Taman Siti Nurbaya, dan motor diharuskan parkir di tempat
yang sudah disediakan.
Sampai di gerbang tersebut, Pak Iyan, sempat bertanya ke
saya, apakah saya sanggup mendaki atau naik ke tempat yang tinggi?, saya bilang
sanggup, lagian tanggung juga sudah sampai di tempat tersebut, jadi sekalian
saja, pikir saya.
Masuk ke Taman Gunung Padang dikenakan tarif Rp5.000,- per
orang, saya pun di temani Pak Iyan naik menelusuri jalan setapak yang mula-mula
masih landai, dan di tengah-tengah kalan saya melihat ada bungker peninggalan
jaman penjajahan Belanda yang bentuknya kokoh.
Sepanjang jalan Pak Iyan juga bercerita
bahwa di Taman Gunung Padang tersebut terdapat makam yang dipercaya adalah
makam Siti Nurbaya yang letaknya digunung tersebut, sehingga namanya disebut
Taman Siti Nurbaya, konon makam tersebut angker.
Semakin berjalan keatas, terdapat tangga-tangga yang sudah
disemen kokoh, sehingga memudahkan untuk perjalanan naik ke atas, lumayan cape
juga berjalan menaiki tangga-tangga tersebut, sambil sebentar-bentar
beristirahat untuk mengatur nafas yang mulai tidak beraturan.
Akhirnya sampai pula di puncak Taman Gunung Padang, dan
memang pemandangan dari atas sungguh indah, terlihat kota Padang dan dari sisi
lainnya terlihat Pantai Air Manis. Rasa lelah menaiki tangga terbayarkan dengan
suguhan pemandangan yang indah dari atas bukit tersebut. Diatas bukit memang
ada bangunan berupa aula dan juga ada kamar kecil, namun ada baiknya sebelum
naik ke atas, sebaiknya harus membawa air minum sendiri, karena di atas tidak
ada orang yang berjualan, kecuali hari Minggu atau libur.
Puas foto-foto, saya turun beberapa anak tangga dan pas di
tikungan ternyata ada celah kecil, Pak Iyan berkata bahwa makam Siti Nurbaya
terletak dibalik celah batu itu, namun Pak Iyan sebelumnya mewanti-wanti agar
saya tidak mengambil foto di makam Siti Nurbaya tersebut atau jika mau memfoto,
harus minta ijin ke penghuni yang tidak terlihat, karena dipercaya makam
tersebut keramat dan sering terjadi hal-hal mistis jika dilanggar.
Celah batu menuju makam Siti Nurbaya.
Setelah melalui celah batu, ada tangga yang turun ke makam.
Pak Iyan sendiri tidak berani memasuki kawasan makam tersebut jadi dia hanya menunggu diluar sedangkan saya akhirnya masuk sendirian, dengan memasuki celah bebatuan, ternyata dibaliknya ada tangga menuju ke bawah yang sudah disemen, turun dari tangga di sebelah kanan dekat dinding batu besar, terlihat sebuah makam yang di semen putih yang ditutupi kain biru dan putih.
Celah batu menuju makam Siti Nurbaya.
Setelah melalui celah batu, ada tangga yang turun ke makam.
Pak Iyan sendiri tidak berani memasuki kawasan makam tersebut jadi dia hanya menunggu diluar sedangkan saya akhirnya masuk sendirian, dengan memasuki celah bebatuan, ternyata dibaliknya ada tangga menuju ke bawah yang sudah disemen, turun dari tangga di sebelah kanan dekat dinding batu besar, terlihat sebuah makam yang di semen putih yang ditutupi kain biru dan putih.
Saat memasuki makam tersebut memang suasana mistis sangat kental
terasa, letak makam persis di ceruk batu sedangkan disebelah kiri dari makam
tersebut terlihat jurang. Sesaat saya jadi terkenang kembali akan kisah cinta
yang tak sampai antara Siti Nurbaya dan Samsul Bahri yang berakhir dengan
perjodohan paksa Siti Nurbaya dengan Datuk Maringgih.
Setelah berjiarah, saya menaiki
tangga dan keluar melalui celah batu, di luar Pak Iyan sudah menunggu, dan
langsung ditanya oleh Pak Iyan, apakah saya memfoto makam tersebut?, saya
bilang, tidak. Sambil berjalan menuruni anak tangga untuk kembali ke gerbang pintu masuk awal tadi,
Pak Iyan bercerita, kalo pernah ada beberapa kejadian dimana ada turis yang
memfoto makam tesebut tanpa ijin, yang akhirnya kemudian turis
tersebut menjadi sakit atau kerasukan. Soal percaya atau tidak ya saya kembalikan ke pribadi masing-masing.
Jembatan Siti
Nurbaya
Turun dari Taman Gunung Padang, saya diantar pulang ke hotel
oleh Pak Iyan, diperjalanan pulang kami melewati Jembatan Siti Nurbaya, Jembatan
ini terbentang di atas Muara Batang Arau.
Jembatan ini dibangun untuk mengenang Siti Nurbaya dan menjadi salah satu kawasan wisata, di kanan kiri disepanjang jembatan dihiasi lampu-lampu tinggi, menurut Pak Iyan, kalo malam kawasan ini ramai dan tempat nongkrong muda mudi.
Malam hari saya jalan kaki dari hotel tempat saya menginap
ke jembatan tersebut, dengan menempuh jalan hampir sejauh 1km, memang dijembatan tersebut ramai, dan
banyak orang memarkir kendaraannya disepanjang jembatan tersebut.
Di kanan dan kiri bahu jalan banyak terdapat orang yang berjualan jagung bakar dan pisang bakar, serta disediakan bangku-bangku yang berjejer. Jadi pengunjung bisa menikmati jajanan sambil disuguhi pemandangan bukit yang kelap-kelip dari lampu rumah yang terletak diatas bukit, dan dibawah jembatan tersebut tempat kapal-kapal laut berjejer.
Di kanan dan kiri bahu jalan banyak terdapat orang yang berjualan jagung bakar dan pisang bakar, serta disediakan bangku-bangku yang berjejer. Jadi pengunjung bisa menikmati jajanan sambil disuguhi pemandangan bukit yang kelap-kelip dari lampu rumah yang terletak diatas bukit, dan dibawah jembatan tersebut tempat kapal-kapal laut berjejer.
Suasana memang rileks dan santai, sesekali ada pengamen yang
lewat, kebanyakan yang menghabiskan waktu disana para muda-mudi, sambil
bercanda dan mengobrol santai. Suasana tersebut
baru selesai menjelang tengah malam atau subuh.
Puas jalan-jalan, saya akhirnya kembali ke hotel untuk
beristirahat.
Oleh-oleh khas Padang
Sebelum pulang, saya menyempatkan diri mampir ke toko oleh-oleh Christine Hakim yang ada di jalan Nipah, letaknya sebelum jembatan Siti Nurbaya.
Salah satu makanan khas dari Padang adalah keripik sanjai atau dikenal juga dengan nama keripik balado, terbuat dari singkong yang diiris tipis memanjang dan dibubuhi saus cabai, rasanya pedas dan renyah.
Oleh-oleh ini wajib beli, selain merk Christine Hakim, ada juga merk lainnya seperti Shirley dan banyak lagi merk lainnya. jika tidak sempat mengunjungi Toko Christine Hakim, oleh-oleh ini juga bisa dibeli di bandara Minangkabau.
===============================
Referensi:
Toko Kripik Balado Christine Hakim
Jl. Nipah no 38
Padang
Telp : +62 751 33318
http://www.tokochristinehakim.com